Percobaan 3

  • Pada masa kekuasaan Raja Adil Nuruddin al-Syahid, orang-orang nasrani menyangka akan bisa melakukan kejahatan besar, tetapi ternyata Allah enggan kecuali untuk menyempurnakan cahaya-Nya, biarpun orang-orang kafir membencinya.
  • Percobaan ketiga ini terjadi pada sekitar tahun 557 H.
  • Didalangi oleh raja-raja nasrani, dipilihlah orang nasrani Maroko sebagai pelaksananya. Segala persiapan disusun rapi dan seksama.
  • Suatu malam Sultan Nuruddin al-Zinky shalat tahajjud dan wirid, kemudian tidur. Tiba-tiba dia bermimpi melihat Rasulullah SAW dan menunjuk dua orang laki-laki berambut pirang sambil berkata: Selamatkan aku dari kedua orang ini.
  • Sultan kaget, terbangun dan merasa takut, kemudian dia mengambil air wudhu dan mencoba untuk tidur kembali, tetapi dia melihat mimpi yang serupa, lantas dia bangun shalat dan mencoba tidur lagi, untuk ketiga kalinya dia mimpi yang sama. Diapun bangun dan berkata: Tak mungkin aku tidur lagi.
  • Sultan mempunyaiseorang menteri yang soleh bernama Jamal al-Dien al-Mushili, dia memanggilnya dan menceritakan mimpinya. Sang menteri menyarankan agar Sultan segera ke Madinah dan melakukan sesuatu.
  • Sultan bersama menteri dan beberapa pendamping dan pengawal berangkat ke Madinah.
  • Setelah 16 hari perjalanan dari Aleppo, rombongan pun tiba di Madinah. Usai mandi dan shalat, sultan menziarahi makam. Sedangkan sang menteri dan pembantunya menyebarkan berita kepada penduduk Madinah akan kedatangan sultan yang membawa hadiah untuk dibagi-bagikan.
  • Setelah penduduk Madinah berkumpul, sultan meminta agar semua penduduk didata dan setiap orang dipersilahkan mengambil hadiahnya sendiri-sendiri dan satu persatu. Sultan berharap, dengan cara ini beliau bisa menemukan orang dengan ciri-ciri yang dilihatnya dalam mimpi.
  • Selesai pencatatan nama dan pembagian hadiah, sultan tidak juga menemukan orang yang dicari. Beliaupun bertanya: Apakah masih ada orang yang belum terdata dan belum mengambil hadiah?
  • Penduduk Madinah menjawab: Tidak ada lagi kecuali dua orang Maroko yang kaya dan soleh, selalu pergi ke Raudhah dan Baqi' untuk ziarah dan selalu bersedakah dan membantu penduduk yang membutuhkan.
  • Sultan meminta kedua orang Maroko itu dipanggil menghadap. Setelah mereka dihadapkan, sultanpun bertanya: Dari daerah mana asal kalian? Mereka menjawab: Dari Maroko. Sultan bertanya lagi soal maksud kedatangan mereka ke Madinah. Mereka menjawab: Kami datang untuk melaksanakan haji, kami pilih pada tahun ini dan tempat ini untuk dekat dengan Rasulullah SAW.
  • Sultan meminta mereka untuk jujur dan menjawab dengan benar. Sultan mengulangi pertanyaannya dan dijawab dengan jawaban yang sama.
  • Sultan menanyakan tempat tinggalnya. Penduduk Madinah memberitahukan bahwa keduanya tinggal di dekat makam Rasulullah SAW. Sultan minta untuk diantar ke rumahnya untuk diperiksa.
  • Setibanya di rumah, setelah diperiksa ternyata yang terlihat adalah harta yang banyak dan tumpukkan kitab-kitab tasawuf. Tentu hal ini membuat penduduk Madinah kagum. Sultan tetap tidak percaya dengan apa yang dilihat, lalu matanya tertuju pada hamparan tikar di sudut kamar. Sultan mengangkat tikar tersebut dan ternyata didapati lubang besar yang sudah digali dan itu menuju makam. Penduduk Madinah yang menyaksikan kejadian tersebut terkejut luar biasa.
  • Sultan menghardik dua orang ini dan menyuruhnya untuk menjawab pertanyaannya dengan jujur. Setelah dipukuli, kedua orang ini akhirnya mengakui bahwa mereka adalah suruhan orang-orang nasrani yang sengaja berpakaian ala Maroko.
  • Setelah didesak lagi, kedua orang ini menceritakan bagaimana mereka melakukan hal itu. Setiap malam mereka menggali lubang, pagi harinya pasir/tanah galian itu dibawa dalam tas dan ditebarkan di pemakaman Baqi' yang sepi. Baju ala Maroko sengaja dipilih agar dapat membawa tas berisi tanah tanpa dilihat atau dicurigai orang. Agar tidak dicurigai, mereka berperilaku seperti sufi dan dermawan.
  • Sultan marah besar atas kejahatan kedua orang ini. Beliau memerintahkan untuk menghukum mereka dengan hukuman mati.
  • Sultan gembira karena kejahatan itu sudah terungkap, kesucian makam Rasulullah SAW dapat terjaga. Beliau kembali ke Aleppo. Tak lama kemudian, beliau memerintahkan untuk membuat benteng/pagar dalam tanah di seputar makam Rasulullah SAW dan kedua sahabatnya.